Halaman

Kamis, 17 Mei 2012

SEJARAH DESA PEKUNCEN



PEKUNCEN, konon adalah sebuah wilayah yang amat indah, sebuah bukit kecil yang bersebelahan dengan area persawahan yang amat subur (Dukuh Aglik) lengkap dengan mata air yang mengalir sepanjang tahun (Pacor) serta dipajangi oleh hutan – hutan yang lebat dengan pohon yang kekar yang tumbuh di dalamnya (Watu Barut dan Alas Kasan ), sehingga menciptakan harmonisasi alam yang anggun dan menarik setiap orang untuk datang dan tinggal untuk menyatu dengan alam di sekitarnya. Demikianlah sebuah tempat (Pokuwon) di wilayah Kadipaten Kebumen yang merupakan salah satu wilayah Kesultanan Ngayogyokarto Hadiningrat.

Berawal dari seorang Petapa yang tinggal dan menetap di hutan jati rumput (lereng sebelah selatan hutan watu barut) yang bernama Ki Agglik hingga beristri dan mempunyai anak dan semua keturunannya menyebar ke timur hingga batas Kali Luereng ( Kali Kemit ) dan keselatan hingga wilayah Sapanyana dan Rawabayem, yang kemudian terbentuklah sebuah wilayah setingkat dusun yang berjumlah 9 (Sembilan) yaitu Ngaglik, Kaliabang, Jurangjero, Meton Sitiris, Pesantren, Yentek, Pekuncen, Sapanyana, dan Rawabayem, dimana disetiap wilayah itu muncul pemimpin / lurah  (tokoh) yang disegani yangh tidak lain adalah keturunan dari Ki Aglik.

Seiring dengan berjalannya waktu, maka Dukuh Pekuncen inilah yang perkembangannya sangat pesat terbukti banyak para pembesar dari kerajaan Jogjakarta termasuk Pangeran Ontowiryo yang dikenal dengan sebutan Pangeran Diponegoro, bahkan banyak para pembesar kerajaan Jogjakarta yang wafat dan dimakamkan di Pemakaman Pekuncen salah satunya adalah dari Keluarga Raden Adipati Mangkuprojo.

Demikian pula Bupati – Bupati dari Kadipaten Kebumen dan Banyumas yang dimakamkan di Pekuncen. Dari Banyumas antara lain : Raden Banyak Wide, Raden Banyak Ngampar, Banyak Tontro dan beberapa keluarganya dan abdinya. Sedangkan dari Kebumen adalah Raden Kolopaking I – IV, juga Bupati Pertama Kebumen yang memasuki masa Republik adalah Raden Sukadis.

Disisi lain disini juga dibangun sebuah masjid sebagai sarana ibadah dan transit para peziarah yang sampai hari ini masih menjadi salah satu situs sejarah religi di Kabupaten Kebumen yaitu masjid Saka Tunggal.

Dalam suatu ketika munculah tokoh negarawan yang konon waktu itu mampu menyatukan 9 wilayah dusun (Pokuwon) di bawah satu tatanan pemerintahan setingkat Pademangan (Desa) yaitu “PEKUNCEN”, beliau adalah “Mbah Langgeng Adipuro” yang namanya dikenang sampai saat ini bahkan masih dikeramatkan dan dipundi dampai keluar desa, beliaulah juga selaku ulama besar yang pernah menjadi salah satu imam masjid saka tunggal, sebagai tokoh negarawan yang besar yang sering terdengar bahwa beliua memiliki hewan peliharaan yaitu “MACAN PUTIH”

Hampir tidak ada catatan yang bisa memberikan gambaran secara runtut urutan waktu sejarah Pekuncen, selain kenyataan sejak masa republic ini ada beberapa Lurah / Kades di Pekuncen yang pernah menduduki jabatan tertinggi di desa yaitu :
1.         Abdul Rohman (alm)                               + 1940 – 1958
2.         Mulya Pawira / Ngapari (alm)                     1958 – 1987
3.         Suswanto Adi Prabowo                             1987 – 1995
4.         Suharno (alm)                                    1995 – 2001
5.         Nanang Muntadim, S.Sos.                          2001 – 2006
6.        Hasto Nugroho                             2006 – 2012 (sama dengan sekarang)

Sepanjang masa Republik inilah banyak terjadi sebuah perubahan di Pekuncen. Dalam pemerintahan desa susunan perangkat desa dari : Lurah – Carik – Polisi Desa (Congkog) – Kebayan (Kadus), disamakan menjadi Kades – Sekdes – Kaur – Kadus , kemudian pada tahun 1980an bisa terbentuk pula RK (RW) dan RT.

Dalam kondisi fisik Pekuncen memiliki SD Inpres pada tahun 1975, sedangkan balai desa pada tahun 1987 / 1988 dengan membuat secara bergotong royong di masa pemerintahan Bapak Suswanto Aadi Prabowo. Perubahan yang cukup besar terjadi pada bidang social ekonomi dari masyarakat petani penggarap saawh dan lading dengan dibukanya pertambangan pasir di sungai luereng pada tahun 1985, secara besar – besaran sehingga sebagian penduduk berubah mata pencahariannya dari petani menjadi penambang pasir tradisional. Begitupun dalam sektor pertanian hampir 14 Ha sawah di Pekuncen telah menjadi sawah irigasi teknis sehingga pateni bisa memanen padi 2 kali dan 1 kali palawija dalam setahun.

Pada tahun 1995 – 1996 sangat merubah citra Pekuncen, dari sinilah Pekuncen lebih dikenal di masyarakat luas bahkan dari luar kabupaten Kebumen selain memiliki cagar budaya Masjid Saka Tunggal, Pekuncen lebih dikenal dengan Perumnas Pekuncen Permai, sebuah komplek perumahan yang dibangun pertama kali di kulon kali Lukulo yang terletak persis di lereng hutan watu barut. Pekuncen Lebih dikenal dengan Saka Tunggal dan Perumnas.

Pada Tahun 2001 awal maka terbentuk sebuah lembaga yang mengganti lembaga desa yaitu Lembaga Musyawarah Desa (LMD) berubah menjadi BPD (Badan Perwakilan Desa) yang kemudian sekarang berubah menjadi Badan Permusyawaratan Desa, sebagai mitra Pemerintah Desa yang beranggotakan 9 orang yang terbagi dalam wilayah dusun di Pekuncen. Sebagai ketua BPD adalah Ir. Muhartono ( 2001 – 2006 ), Suprapto, S.Pd. ( 2006 – 2011 ).

Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Pekuncen, maka terjadilah pemekaran wilayah RW dimana saat itu hanya ada RW 01 dan RW 02, maka pada tahun 2003 RW 02 mengalami pemekaran wilayah sehingga saat itu menjadi 3 RW ( RW 01, RW 02 dan RW 03 ), kemudian karena letak geografis Pekuncen, maka pada tahun 2005 RW 01 mengalami pemekaran sehingga sekarang jumlah RW di desa Pekuncen ada 4 RW dan 18 RT yaitu
1.       RW 01 : Dukuh Pekuncen ( RT 01 – 05 )
2.       RW 02 : Pesantren, Meton Sitiris, Yentek ( RT 01 – 04 )
3.       RW 03 : Kaliabang, Aglik, Jurangjero ( RT 01 – 05 )
4.       RW 04 : Sapanyana, Rowobayen ( RT 01 – 04 )


Akhirnya sejarah waktu dai sedikit cerita di atas barang kali masih ada sesuatu yang ingi kita wariskan dari Pekuncen generasai sekarang bagi para penerus yang akan datang dalam para mebangun dan yang lebih baik.